Bioskop Cendekia: Potret Pembangunan Perpustakaan Berdaya Guna
Oleh: Siti Khoyyiroh Umamah
Generasi milenial tumbuh dalam era teknologi digital. Mereka dibesarkan dengan internet, komputer, dan perangkat mobile, yang memudahkannya mengakses informasi kapan saja dan di mana saja. Hal inilah yang menjadikan perpustakaan fisik dengan rak-rak buku kertas terasa ketinggalan zaman bagi mereka. Sebagai gantinya, generasi ini lebih suka mencari informasi melalui mesin pencari online, platform e-book, dan sumber daya digital lainnya. Generasi milenial cenderung menginginkan kecepatan dan kemudahan dalam pencarian informasi. Mereka lebih memilih menggulir layar smartphone mereka daripada menghabiskan waktu di perpustakaan fisik. Pencarian online yang cepat dan kemampuan untuk menemukan informasi dalam hitungan detik telah mengubah cara mereka belajar dan mengeksplorasi dunia.
Era generasi milenial telah menghadirkan perubahan signifikan dalam usaha mereka untuk mengakses dan menggunakan sumber informasi. Salah satu perubahan terbesar adalah bagaimana perpustakaan tradisional, tempat dulu sering menghabiskan waktu untuk membaca buku dan mencari referensi, mulai ditinggalkan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perkembangan teknologi digital dan pergeseran preferensi generasi milenial dalam mencari pengetahuan. Perpustakaan, sebagai lembaga tradisional yang berfokus pada penyediaan pengetahuan dan sumber daya, telah dihadapkan pada tugas penting untuk beradaptasi dengan preferensi dan kebutuhan generasi milenial. Penyesuaian perpustakaan pada generasi milenial adalah langkah penting untuk memastikan bahwa perpustakaan tetap menjadi sumber pengetahuan yang relevan dan berharga dalam era digital.
Perpustakaan di era saat ini harus mampu bertransformasi apabila ingin relevan dengan zaman. Transformasi perpustakaan adalah sebuah upaya dalam melakukan peningkatan secara fisik, bentuk, layanan, dan kinerja dalam kelembagaan perpustakaan yang didasarkan pada keadaan zaman agar tidak tertelan oleh produk internet yang sangat menjanjikan penyajian informasi yang banyak dan cepat. Konteks transformasi mengisyaratkan perpustakaan harus melakukan pengembangan dari segi fungsi, perpustakaan juga harus memegang peranan penting dalam menambah nilai guna pada informasi dan juga pada perpustakaan itu sendiri. Caranya dengan melakukan inovasi dan ekspansi cakupan informasi.
Perpustakaan harus melakukan berbagai penyesuaian agar dapat memenuhi tuntutan dan ekspektasi generasi milenial saat ini. Penyesuaian dilakukan untuk melaksanakan sejumlah peran baru perpustakaan yang berbeda secara signifikan dari peran yang selama ini dilakoni. Konsekuensi lain dari perkembangan teknologi informasi di samping adanya peran baru perpustakaan pada era digital ini adalah munculnya ekspektasi inovasi teknologi informasi untuk perpustakaan ini.
Dukungan teknologi semakin memudahkan generasi milenial untuk menelusuri dan menemukan informasi yang dibutuhkan. Perpustakaan menjadi lembaga yang juga senantiasa bergerak seiring dengan kemajuan teknologi. Oleh karenanya, generasi milenial tidak harus datang ke perpustakaan untuk melakukan pengembalian dan peminjaman buku. Hal ini serta merta merujuk pada inovasi-inovasi yang dikembangkan oleh perpustakaan itu sendiri. Sebagai contoh, inovasi yang telah dikembangkan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Tuban.
Dinas kearsipan dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Tuban telah melakukan terobosan baru dan mensosialisasikan kepada semua elemen masyarakat tentang perpustakaan digital di Kabupaten Tuban. Dasar dari konsep perpustakaan digital ini adalah perubahan bentuk dari fisik menjadi format digital. Dalam akses dan kemudahannya mendukung pemenuhan kebutuhan informasi masyarakat lewat bahan pustaka digital yang ditawarkan. Penggunaannya juga mudah dan cepat. Masyarakat dapat "mengunjungi" aplikasi perpustakaan digital sebagai pengganti dari aktivitas datang ke perpustakaan daerah untuk memperoleh bahan pustaka. Aplikasi "Tuban Digital Library (Tulib)" merupakan aplikasi layanan dan koleksi digital dengan beragam isi bahan pustaka yang memudahkan mobilitas masyarakat dengan dukungan aksesibilitas dan kemudahan dalam pemakaian.
Inovasi yang telah dikembangkan ini, agaknya Perpusda Kabupaten Tuban juga harus siap bermolek teknologi Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR). Perpusda Kabupaten Tuban dapat mengusung inovasi lainnya misalnya Bioskop Cendekia. Hal ini juga dapat diperhitungkan untuk transformasi perpustakaan. Bioskop pustaka adalah salah satu inovasi perpustakaan yang dapat dikembangkan seiring dengan perkembangan generasi milenial untuk dapat meningkatkan minat baca generasi milenial. Salah satu inovasi utama adalah mengintegrasikan teknologi AR ke dalam buku-buku. Dengan menggunakan aplikasi AR di ponsel pintar atau tablet mereka, generasi milenial dapat memindai halaman buku dan menghadirkan elemen interaktif seperti ilustrasi bergerak, animasi karakter, atau informasi tambahan. Ini membuat membaca menjadi pengalaman yang lebih menarik dan imersif atau mengaburkan batasan dunia maya.
Implementasi adanya teknologi AR dan VR pada Bioskop Cendekia dapat digunakan sebagai brosur interaktif. Salah satu informasi yang sering diberikan oleh para pustakawan adalah tata cara penggunaan katalog secara daring baik penyampaian secara langsung maupun melalui media brosur. Penggunaan brosur dalam promosi perpustakaan pada era sekarang sudah mulai ditinggalkan sehingga sudah tidak relevan lagi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu pemanfaatan teknologi AR sebagai sarana simulasi dengan tetap menggunakan brosur yang sudah ada. Melalui teknologi AR dan VR, tampilan brosur menjadi lebih interaktif karena ketika dilihat pada layar gadget dan otomatis akan langsung memunculkan berbagai informasi mengenai isi brosur yang berbentuk virtual pada layar gadget serta terdapat panduan berupa video bagaimana cara penggunaannya.
Teknologi VR juga dapat digunakan untuk membawa cerita ke dalam dunia virtual yang memukau. Generasi milenial dapat mengenakan headset VR untuk merasakan cerita dalam bentuk yang sama. Misalnya, mereka dapat mengunjungi lokasi dalam buku, berinteraksi dengan karakter, atau bahkan menjadi bagian dari narasi itu sendiri. Ini menciptakan pengalaman membaca yang tak terlupakan. Melalui platform VR, pembaca dapat bertemu dengan orang lain dari seluruh dunia untuk berbicara tentang buku-buku yang mereka baca. Mereka dapat berdiskusi dalam lingkungan virtual yang menarik, merasa seolah-olah mereka berada dalam dunia buku.
Inovasi Bioskop Cendekia pada Perpusda Kabupaten Tuban yang memanfaatkan teknologi AR dan VR juga dapat meningkatkan minat baca generasi milenial. Bioskop Cendekia yang menggunakan VR dapat mengadakan pertunjukan buku virtual. Ini mirip dengan pertunjukan film, tetapi pengalaman ini sepenuhnya terjadi dalam dunia virtual. Generasi milenial dapat menyaksikan buku favorit mereka dihadirkan dalam bentuk visual yang menarik, memadukan pengalaman membaca dengan hiburan VR, sehingga setelah menonton mereka dapat meminjam buku asli untuk membaca lebih lanjut. Inovasi ini juga memungkinkan generasi milenial untuk memiliki pendampingan digital saat membaca. Misalnya, avatar AI dapat memberikan saran membaca, menjawab pertanyaan tentang buku, atau mengadakan sesi diskusi virtual setelah selesai membaca.
Inovasi Bioskop Cendekia yang memanfaatkan teknologi AR dan VR adalah cara yang menarik untuk mengembalikan minat membaca generasi milenial. Dengan menciptakan pengalaman membaca yang interaktif, imersif, dan komunitas virtual yang dinamis, kita dapat menghubungkan teknologi yang mereka cintai dengan literasi. Ini adalah langkah yang penting dalam memastikan bahwa generasi milenial tetap terlibat dalam dunia membaca, sambil membuka pintu bagi eksplorasi literasi yang tak terbatas.
Kolaborasi antara perpustakaan digital dan teknologi AR dan VR membuka pintu untuk pengalaman yang lebih kaya dan mendalam dalam dunia literatur. Ini menciptakan Bioskop Cendekia yang tidak hanya menggabungkan buku dengan visual, tetapi juga memungkinkan pengunjung untuk menjelajahi dunia cerita, berinteraksi dengan cerita, dan terlibat dalam komunitas pembaca global. Dengan teknologi ini, literatur menjadi lebih hidup dan terhubung daripada sebelumnya, menciptakan ruang baru bagi pengalaman literasi yang mendalam.
Kolaborasi antara perpustakaan digital, AR, dan VR dapat menciptakan konsep Bioskop Cendekia. Di sini, pengguna dapat menghadiri "pertunjukan" buku favorit mereka dalam bentuk VR. Mereka bisa menjadi bagian dari cerita, melihat karakter, dan menjelajahi latar tempat dengan cara yang sama seperti menonton film. Ini tidak hanya akan meningkatkan minat baca, tetapi juga mengintegrasikan teknologi yang disukai generasi milenial. Kolaborasi antara perpustakaan digital, AR, dan VR untuk menciptakan Bioskop Cendekia adalah inovasi yang menjanjikan dalam meningkatkan minat baca generasi milenial. Dengan menggabungkan teknologi yang mereka gemari dengan dunia literasi, perpustakaan dapat menjadi tempat yang lebih menarik dan relevan bagi generasi milenial, membantu mereka menjelajahi dunia pengetahuan dan imajinasi.
Terakhir, inovasi Bioskop Cendekia di perpustakaan Kabupaten Tuban adalah contoh bagaimana perpustakaan daerah dapat beradaptasi dengan perubahan zaman dan memainkan peran yang lebih relevan dalam masyarakat. Dengan memberikan kombinasi hiburan dan pendidikan, perpustakaan ini telah berhasil menciptakan aliran positif minat membaca dan pembelajaran yang lebih dinamis. Melalui upaya-upaya inovatif seperti ini, perpustakaan daerah dapat tetap menjadi pusat intelektual yang dinamis dan mendukung pertumbuhan pengetahuan di komunitas mereka.